Saturday 22 February 2020

Keliling Palembang Dari Cuaca Panas Sampai Mendung Tiba





Pagi… setelah shalat subuh saya mandi, sebelumnya rutinitas minum air panas tetap dilakukan, agar tubuh nggak dehidrasi, juga sebagai peluntur racun-racun kehidupan dalam tubuh, maksudnya peluntur lemak-lemak yang menempel setelah semalam makan tekwan, eh ya ampun tekwan tadi malam itu beneran enak banget loh, pengen nambah tapi malu banget, masak nambah sampai 3x, lol… -keseruan makan tekwan bisa dibaca disini-

Kayaknya nggak perlu nunggu berhari-hari untuk bisa cepat akrab dengan teman-teman baru, terbukti pagi ini ketika kami sarapan nggak ada istilahnya basa-basi dan malu-malu sama mereka, yang ada malu-maluin. Setelah puas mengisi perut dengan mencoba berbagai varian menu hotel, kami akan melanjutkan perjalanan menegangkan, kenapa menegangkan? Karena kami akan melakukan perjalanan mengarungi sungai Musi dari pagi hingga tengah malam nanti, *eh kayaknya nggak selebay ini dah.

asyik, foto-foto dulu mumpung masih fresh, credit : mak Uniek

Pagi yang fresh sih, karena saya bisa tidur dengan nyenyak, mungkin karena kecapekan ya. Bis yang berisikan penumpang yang masih wangi-wangi ini membawa kami menuju Dermaga Point, jadi tempat ini tuh semacam tempat wisata, selain menyewakan kapal-kapal buat mengarungi Sungai Musi, di gedung ini terdapat ruang pertemuan, ruang meeting, juga café-café ternama -males nyebut merek, saya nggak dibayar- heuheu..

yang mo kawinan bisa disini

Maaak.. akhirnya sampai juga awak di jembatan Ampera,
Kalau selama ini, hanya bisa mupeng liat orang-orang foto berlatar jembatan Ampera, hari ini saya bisa merasakannya, eh sungguh bahagia ternyata sereceh itu. Saya merasakan imun-imun saya membaik merasakan aroma Sungai Musi yang berwarna kecoklatan. Seperti yang kita ketahui, Jembatan Ampera, ini Jembatan terpanjang di Sumatera, dibawahnya mengalir sungai Musi panjangnya sekitar 750 km. Dulunya pada bagian tengah jembatan ini bisa turun naik agar kapal-kapal besar bisa lewat, sekarang sebab usia bagian tengah tidak bisa lagi dinaik-turunkan, yah Namanya juga jembatan tua, takutnya kalau difungsikan lagi, terus encok gimana :p

credit : aduh ga tau ki fotone sopo

Karena pagi ini kita akan ziarah maka kami harus menyebrang dan menyusuri sungai Musi, sebenernya bisa sih jalan darat tapi namanya juga Musi Trip ya perjalanan kita dihabiskan diatas sungai Musi. Awalnya kita akan mengunjungi komplek pemakaman keluarga sultan Mahmud Badaruddin 1 bernama Kawah Tekurep, komplek pemakaman ini sama seperti komplek pemakaman raja-raja di Imogiri Jogjakarta. Tapi bedanya, yang sana ramai setiap hari yang disini sepiiiii sekali setiap hari, nah, kata turis guide kami sebenarnya kawasan makam ini ramai pengunjung, hanya pada saat Ziarah Kubro, yang bertepatan pada bulan Syaban. Itu tuh katanya alim ulama dari seluruh penjuru negri datang ke Palembang untuk mendoakan para raja-raja ini.

"Manda, lo foto kyk gini, kayak anak SD" kata temen saya 

Walaupun masuk dalam Kawasan cagar budaya, komplek pemakaman Kawah Tekurep seperti kurang terawat, terutama pada bagian depan yang setelahnya saya tau bagian depan makam merupakan makam-makam untuk keluarga kerajaan yang lain seperti abdi dalem, panglima dan keturunan-keturunan raja, seandainya Palembang mau belajar dari Jogja, mungkin Kawasan raja-raja ini bisa ditambahin tukang jualan makanan, souvenir, Indomart, waterpark, mall, agar pengunjung lebih tertarik untuk ziarah dll. Oh ya, Sultan Mahmud Badaruddin ini adalah seorang sultan dari Kesultanan Palembang yang memerintah antara 1724-1757.

ga sopan sih ya sebenernya foto di makam gini T_T, credit : lupa..

Makam Kawah Tekurep dibangun pada tahun 1728 dengan menggunakan tiga unsur, yaitu kapur pasir, putih telur dan batu. Di makam ini kita bisa melihat makam Sultan Mahmud Badaruddin beserta empat istrinya, yaitu Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, ratu Mas Ayu dari Cina dan Nyai Mas Naimah dari Palembang.

Masih ziarah lagi
Nah selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke makam Sabokingking, sabokingking adalah sebuah makam kerajaan juga, bedanya ama makam sebelumnya, ini adalah komplek pemakaman raja pertama yang memerintah Palembang. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa sansekerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk. Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu Sinuhun . Pangeran Sido Ing Kenayan memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang bernama Habib Muh. Nuh. Kerajaannya berdiri sekitar tahun 1616-1628, di salah satu bagian dinding makam, ada papan yang menuliskan silsilah yang akhirnya menghubungkan kerajaan Sumatra dengan kerajaan Jawa, eh sumpah ternyata Panjang sekali silsilahnya loh. Sampe pusing ngapalinnya.

jangan di depan pintu neng, pamali -_-

Ziarah belum selesai
Lanjut lagi perjalanan menuju makam Ki Gede Ing Suro, komplek pemakaman yang serupa candi ini diisi sekitar 34 makam, Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang datang ke Palembang, setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Pada masa Ki Gede Ing Suro inilah islam akhirnya masuk ke Palembang. Komplek pemakaman candi ini lebih baik dari komplek pemakaman sebelumnya dan lebih terawatt.
 
ga kayak makam ya :D

Lalu menjelang zuhur kami mengunjungi kampung arab yang sangat fenomenal itu -tempat syuting film Ada Syurga Di Rumahmu- Kampung Arab Al Munawar, kampung ini dihuni sekitar 30an kk. Di kampung ini terdapat berbagai keturunan diantaranya ada keturunan Assegaf, Al-Habsy, Al-Kaaf, Hasny, Syahab. Dan kalian tau ustadz Al Habsy, beliau kan asalnya dari sini, hihihi. Sayang banyak sekali bangunan yang ditutup, sehingga kita tidak bisa melihat isinya.
 
pojokan kampung Al-Munawar

Dan siang pun tiba
Lapar dong, kami diajak ke bantaran sungai Musi untuk mencicipi pindang patin mbok War, yang menurut saya biasa aja, mungkin karena lapar ya jadi enak hhhh... sebetulnya saya nggak begitu suka patin, karena pernah dengar cerita bapak yang kurang sedap soal ikan patin, padahal saat itu saya belum pernan makan ikan patin loh, nah gara-gara cerita Bapak itu saya jadi nggak suka ikan patin maaf ya patin. Sebegitu dahsyatnya ya efek cerita.


Selepas shalat Zuhur, perjalanan dilanjutkan menuju Kampung Kapitan, letaknya diseberang dermaga penyebrangan, saya pikir kampung kapitan itu kampung para kapten gitu hhhh.. soalnya dalam bahasa Ambon Kapitan itu kan kapten, saya pikir disini ada bangunan kerajaan gitu, tapi ini kan bukan di Ambon bhambank! Ternyata dahulu pada masa penjajahan belanda, kawasan ini adalah tempat pertama kalinya warga Tionghoa tinggal. Saat kami datang rupanya sedang ada perayaan cap go meh jadi padat orang-orang. Ramai sekali kampung Kapitan saat itu, ada banyak banget atraksi, perlombaan, juga banyak jajanan :D, tapi sayang saya dah kenyang heuheu.. Padahal saya mupeng banget pengen nyicipin kepiting krispi. Di kampung Kapitan ini juga kita bisa melihat bagaimana orang China mempertahankan tradisi mereka.


Sebab banyak tempat yang di skip dalam perjalanan Musi Trip ini, kami jadi bingung mau kemana lagi selanjutnya, dan keputusan pun diambil, kita akan shalat asar di masjid Cheng ho, lokasinya nggak jauh dari stadion Jakabaring tempat parhelatan Asian Games beberapa tahun kemarin. Terinspirasi dari pelaut Cheng ho masjid ini dibangun dengan nuansa oriental, megah terlihat dan sangat mewah. Rame banget ya Allah warna masjidnya, udah kayak permen. Sebetulnya saya sudah men-jamak shalat zuhur dan ashar, syukurnya saya jadi bisa banyak foto-foto. :D, cuaca sore itu agak mendung, wah.. saya jadi was-was banget ini gimana ntar malem ya, perjalanan masih sangat panjang soalnya., berdoa sajalah semoga dilancarkan acara nanti malam.

rame ya, kayak istana permen

Sangking lelahnya, sampai salah masuk kamar
Omaygat ya bo.. sangking lelahnya, saya sampe salah pintu kamar, pantesan dibuka-buka nggak bisa, saya pikir Dini sudah masuk duluan, saya pencet belnya, nggak ada yang bukain pintu, setelah sadar saya salah, saya langsung ngibrit. Itu  tuh ya butuh konsentrasi buat memperjelas angka kamar :D, untung aja nggak ada orangnya, coba kalian bayangin kalau ada orangnya, mau ditaruh dimana muka saya …

Ini Kisah Saya Mengarungi Sungai Musi Tengah Malam

Setelah keliling Palembang seharian, kami segera kembali ke hotel untuk sekedar istirahat sebentar. Hugh, lelahnya men.. Di kamar, saya segera selonjoran, mandi pakai air hangat puas-puas, dan ganti baju, lalu istirahat bentar, ya.. nggak sampai tidur sih. Segera shalat maghrib dan isya, kami segera kumpul di lobby, karena kami akan makan malam di martabak Har. 

ngeliatin cara bikinnya

Kabarnya sih ini martabak legend di Palembang, pertama kali liat martabak Har itu waktu ada tim kuliner sebuah stasiun TV swasta, sebagaimana tim penyantap yang sangat lebay itu berhasil bikin saya ngiler, sejak saat itu saya mencatat dalam otak, kalau ke Palembang harus mampir ke martabak Har. Cara membuatnya sih hanya memipihkan kulit martabak dan diberi 2 butir telur, dilipat, langsung digoreng, nggak dikasih bumbu apa-apa. Sebagai perasa, martabak itu dikasih bumbu kari (karinya itu kayak kari orang Malaysia gitu, kalau ada yang sudah pernah makan kari di Malaysia, nah bayangkanlah), tidak hanya kuah kari sebagai pelengkap, bahkan di setiap meja ada kuah cuka -hah, cuka lagi :D- bertabur potongan cabe hijau.

ini penampakan setelah jadi
Tapi memang lidah mungkin  kurang cocok, sayanya nggak begitu doyan, rasanya aneh gitu, makan kulit lumpia diisi telor tanpa bumbu dan hanya dimakan pakai kare. Tapi karena bahaya mubazir, akhirnya dihabiskanlah, satu-satunya motivasi saya menghabiskan kari itu adalah teman sebelah yang makan lahap banget dan ludes nggak bersisa, *ya iyalah, dia orang Palembang asli, pasti dia doyan banget beb T_T.. nah karena nggak biasa makan malam, makan satu aja kenyang bangeeeet, byuuuh.. Tapi, bagi orang yang biasa makan nasi, makan martabak ini kayak nggak berasa apa-apa, temen saya aja makannya sampai nambah 2x :D

Lalu apakah kita pulang?
Tidak sodara-sodara, karena perjalanan akan dilanjutkan ke pulau Kemaro, yess.. Kita akan meliput perayaan Cap go meh disana. Pulau Kemaro ini merupakan sebuah delta kecil di sungai Musi, kira-kira 6 KM dari Jembatan Ampera, kalau nyebrang pakai kapal kira-kira 45 menitanlah, saya nggak tahu pasti karena mata udah ngantuk jadi nggak begitu memperhatikan jam.

diseger-segerinlah, :D

Karena perayaan Cap go meh di pulau Kemaro itu ramainya malam, ya otomatis kita berangkatnya malam, padahal mata udah 5 watt pengen banget bobo, tapi ini tugas negara jadi mata dikuat-kuatin hahahaha.. -semangat ya kak- Dan yang saya takjub, sampai jam 1 malam pun pulau Kemaro masih penuh orang, membludak, sampai nafas pun susah karena dimana-mana dupa terbakar dan kembang api meletus-meletus di langit tanpa henti, persis perayaan tahun baru.  Berada di pulau ini saat banyaknya warga Tionghoa saya jadi merasa mendarat di daratan China antah berantah di daerah Palembang, dan orang-orang lokal berasa turis-turis asing yang ikutan gabung. Di pulau Kemaro selain keliling-keliling, saya melihat sebentar drama komedi Hokian, yah walaupun nggak ngerti mereka ngomong apaan saya berusaha menikmati.

rame banget kan gaes

Sayangnya, kami hanya diberi waktu setengah jam untuk melihat-lihat kondisi terkini perayaan Cap Go Meh di pulau Kemaro itu, karena pada jam 12 nanti kapal yang mengangkut kita sudah tidak beroperasi. Lalu yang menjadi pertanyaan, ratusan manusia di pulau Kemaro ini pulang naik apa ya kalau kapalnya aja sudah nggak ada? Konon kabarnya mereka mencarter kapal

udah sampe di Kemaro tu jangan lupa buat foto disini ya

Alhamdulillah bak cinderela, kita pulang jam 12 -lewat-, terngantuk-ngantuk di atas alunan ombak Sungai Musi dan merasakan jalanan Palembang tengah malam yang sangat sepi, tapi tetap ramai dengan kulinernya. Sampai hotel saya nggak tahan karena mungkin terlalu berdebu sebab dupa-dupa di pulau Kemaro, saya langsung mandi air hangat puas-puas dan tidur tepat jam setengah 2 pagi.. Hoaheem.. mudah-mudahan nggak kesiangan besok ya Allah T_T



4 comments :

  1. pasti merasakan pempek pak raden .

    ReplyDelete
  2. kalau wisata ke Palembang kalau gak foto di jembatan ampera rasanya kurang puas ya.
    Saya juga baru tau ternyata ada situs peninggalan kerjaan jawa dan ada makam kerajaan juga. Jadi bisa belajar sejarah juga. seru ya...

    ReplyDelete
  3. Pernah sekali ke Palembang cmn ngerasain LRT ma menikmati jembatan Ampera malam hari. Gak ngerti kalo ada paket Musi trip. nice post mba

    ReplyDelete
  4. Aku masih keinget ngantuk-ngantuk sampe ketiduran di perahu yang bawa kita balik ke Palembang tengah malem itu. Hahaha.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)