Sunday 15 May 2016

Napak tias perjalanan menuju Kuala Lumpur

Sebetulnya saya nggak begitu excited pergi ke KL ini dari segi harga, karena harga tiketnya setengah harga perjalanan saya pulang kampung dari Ambon-Jakarta. Coba aja bayangin, untuk sekali pulang dari Ambon menuju Jakarta, harga tiketnya Rp.1,1jt itu kalau dapat tiket promo, kalau lagi ‘apes’ harga tiketnya bisa nambah 200-400rb, nah sedangkan saya ke KL ini, pulang-pergi 776.500rb, dan itu tiket umum, kalau semisal saya dapat harga tiket promo lebih nangis darah lagi, teman saya PP dari KL menuju Jakarta bisa dapat harga murah sekitar 200rban, itu artinya dalam sekali perjalanan pulang saya dari Ambon menuju Jakarta dan balik lagi saya bisa pulang pergi kuala lumpur 4x T_T… Sudahlah ya itu dari segi harga, kalau dari segi pengalaman saya excited banget. Sebab ini perdana saya ke Luar negri, walaupun cuma ke negeri tetangga. Tapi kan judulnya ke luar negri :D


Eaaa, akhirnya ketahuan juga ya saya mau kemana. Perjalanan menuju Kuala Lumpur ini bukan tanpa halangan dan ujian loh, waktu itu sekitar bulan September Fita ngeshare sebuah promo dari air asia, kalau nggak salah harganya 49.500 bisa terbang keluar negri, tujuan terbangnya ke Asia. Jadilah itu ajang perdebatan sengit antara teman-teman yang siap dan ingin ke luar negri,
“Ke Singapur”
“Malaysia aja”
“Thailand”
“Singapur, Malaysia, Thailand, jepaaaaang!”
Ah ya sudahlah ya, ujung-ujungnya mah malah ke Malaysia. Nah karena kita pesen tiketnya sudah mepet-mepet waktu berakhir, jadinya malah nggak dapet tiket promo. Yang dapet tiket promo malah mba Nadiah dan mba April, juga Nyur. Mereka yang dapat tiket promo kesempetan bisa bawa keluarganya :D dan tau nggak mereka dapet tiket promo ketika kita sudah pesen dan bayar, juga ketika penerbangan promo mencapai titik didihnya alias sudah mau berakhir, arrrrrrgggggggh!!!! Nyebelin!

Tiket sudah ready, saatnya menentukan jadwal terbang. Ada yang ingin Januari (mba Nadiah karena sesuai dengan bulan dimana ia ulang tahun) sampai saya yang ingin pergi bulan Mei saja agar sekalian pulang dari Ambon dan nggak balik-balik lagi sampai lebaran usai. Ya sayang kali duitnya, nah Alhamdulillahnya akhirnya disepakati bulan Mei biar saya bisa pulang sekalian dan nggak balik lagi ke Ambon (maksudanya biar sekalian pulang kampung gtu :D)

Alhamdulillah semua lancar, sampai saya menyadari, KTP saya mati dan saya nggak bisa bikin paspor. Mampus deh. Padahal saya berencana untuk bikin paspor saja di Ambon, agar begitu pulang saya nggak lama-lama amat di Bekasi, kasian juga suami sendirian di Ambon, secara suami saya tipe suami yang nggak bisa jauh-jauh dari istri dalam jangka waktu yang lama :D *serius ini*, dia bisa ngomong sendiri pas masuk rumah seolah-olah saya ada di rumah itu, *nah bayangin pak Habibie waktu bu Ainun meninggal, seperti itu sudah. Tapi bedanya saya kan masih hidup qeqeqe..
Sepanjang menghitung hari menuju bulan keberangkatan saya terus mikir, bagaimana ya cara mensiasatinya. Saya kudu pulang tanggal berapa agar pas dengan waktu perpanjangan bikin KTP dan bikin paspor. Lalu saya teringat sepupu suami saya, Anwar kebetulan dia bekerja di kelurahan, saya tanya pada dia apakah bisa memperpanjang KTP dengan hitungan hari. Mengingat  ngurus KTP saja lamanya minta ampun di Indonesia ini, dan Anwar bilang “Bisa kak, bisa sehari jadi” Nah sudahlah saya mikir mungkin bisa 20 hari sebelum hari keberangkatan saya pulang, pokoknya saat itu saya mikir simpel aja dan nggak mikir bahwa birokrasi di Indonesia ini sedemikian ribet.
Dan sumpah saya terus kepikiran akan hal ini, sampai akhirnya tiba waktu kepulangan saya menuju Bekasi saya langsung menginap di tempat mertua, dan kemudian BBM Anwar,
“War, kak Manda sudah di tempat mama, gimana caranya perpanjang KTP di tempat Anwar”
“Kak Manda sebelumnya KTP mana?”
“Rawa lumbu”
“Oh bikin surat pindah dulu kak dari RT, RW, kecamatan dan kelurahan, nanti setelah itu baru bisa pindah ke sini tapi sebelumnya juga kudu datengin RT, RW, kecamatan dan kelurahan untuk mengurus surat pindahnya, nah baru bisa deh bikin  KTP, karena KTP kan sesuai KK, ” Whaaaaaat!! Ya ampun, sumpah saya mikirnya nggak sejauh itu. Haduh, setelahnya saya langsung memutuskan, perpanjang KTP kembali saja di Rawa lumbu tempat saya tinggal, urusan perpanjangan itu bisa diatur, yang penting bagaimana caranya saya bisa bikin KTP dan kemudian mengurus Paspor. Sementara waktu terus saja berjalan, saya harus memanfaatkan waktu ini.
Daaan, fiuh… nggak usah saya certain betapa capeknya saya berurusan dengan birokrasi karena pada tulisan sebelum ini saya sudah menceritakan perjalanan saya mengurus KTP dan Paspor (baca disini). Akhirnya saya bisa membuat paspor tanpa KTP sodara-sodara, dan mengambil paspor pun tanpa KTP cuma bekal surat keterangan dari Kecamatan dan kelurahan. Jadi nih terbang,

Kenapa nggak ajak Naqib?
Sebetulnya waktu itu Naqib di daftarkan dalam perjalanan ini, sudah ada tuh namanya, biar lebih jelas begini kronologinya, wkwk. Jadi waktu itu yang bertugas bookingkan tiket mba Wiek (biasalah dia pemegang saham paling banyak), dan terjadilah komunikasi singkat antara aku dan mba Wiek. Oh ya, kita sudah dapat jadwal terbang ya pada waktu itu, yaitu bulan Mei.
“Mba Wiek, Naqib daftarkan sebagai infant aja ya. Umurnya dimanipulasi” ini emang dasar dah ya, emak-emak medit bin pelit beraksi
“Oke, jadinya Naqib diatur umur berapa nih?”
“Pokoknya kurang dari 2 tahun,”
“Oke”
Sesaat setelah didaftarkan saya langsung sadar, kalau penerbangan domestic mungkin bisa memanipulasi umur, tapi ini kan penerbangan ke luar negri yang dimana semua datanya tertulis jelas di paspor. Kalau petugas imigrasi ngeliat Naqib nggak bayar dan data di paspor beda bisa-bisa berabe sayah. Hadoooh, mana sudah booking dan sudah bayar lagi (untuk perjalanan di grup saya, jadi nggak bisa diubah lagi datanya). Nggak putus asa, saya telpon CS Air Asia, kalau ada tambahan di luar promo saya kudu bayar berapa? Oow, CS Air Asian menjawab, “Satu juta seratus ibu” buset, seharga tiket Ambon-Jakarta dunk.
Ya sudahlah ya, terpaksa dengan penuh penyesalan karena sudah bohong saya nelpon ibu di Bekasi.
“Mami, kayaknya nanti aku nitipin Naqib ya, hiks..” saya jelaskanlah kronologinya dengan sejelas-jelasnya, setelahnya ibu saya langsung ngakak nggak berenti-berenti.
“Makannya jangan bohong, ya sudah. Mami sih nggak apa-apa dititipin cucu selama dia pinter aja mah,” dan baru kali ini saya pergi nitipin anak, soalnya selama ini si Naqib sama saya terus, mungkin nyokap ngerasa biar dia deket sama cucunya kali ya, kesempatan emas karena udah lama nggak ketemu. Mungkin lain cerita kalau saya hari-hari selalu nitipin cucu, mungkin kepergian kali ini diiringi cemberutan ibu saya :P, bahkan mungkin nggak boleh pergi qeqeqe
Oh ya, Suami saya lagi ikut bumbuin, “Aduuuh, jangan sekali-kali deh boongin umur. Naqib kan nggak kelihatan infant lagi nayang. Pokoknya kamu kudu tanggung jawab, secara dia kan masih Asi, nanti kalau dia nyariin kamu gimana?” hadeeeeh, jadilah sepanjang perjalanan saya menuju bulan keberangkatan saya terus menerus dihantui rasa bersalah.
Lalu apakah Naqib bisa disapih? Enggaaaak, dia makin kuat nenennya, disounding segala rupa dia bodo amat,  dibilangin ini itu dia maju terus pantang mundur.
Ya mungkin dengan terbangnya saya ke KL ini, ini merupakan petunjuk dari Allah agar Naqib disapih dengan cara yang kejam, dijauhkan dari ibunya.. bsimillah ya saya mau berangkat dulu J



15 Mei 2015
Bandara Internasioanl Soekarno Hatta sesaat sebelum keberangkataan ke Kuala Lumpur 

4 comments :

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)