Wednesday 10 March 2010

Journey To Banda Aceh Part 2 ^^,


26 Febuari 2010


Ups!! Aku kesiangan T_T.. Masya Allah dah jam setengah 5 aja. Jangan-jangan azan dah lewat. Sehingga tak terdengar lagi. Segera ku-sms kawan menanyakan perihal azan ini. Dan ternyata.. ckckck.. azannya disini setengah 6 saudara-saudara. Sedikit bersyukur ternyata aku tidak kesiangan. Tapi bingung karena bangunnya kepagian, kuliat dek Cut masih pulas mendengkur. Tak enak ingin membangunkannya. Akhirnya waktu yang ada kupakai untuk melihat status Facebook dan menyapa kawan-kawan yang online. Tepat pukul setengah 6 lewat 10 menit azan berkumandang. Aku segera melaksanakan shalat subuh.



Pagi ini aku akan mewujudkan mimpiku yang ke 2 yaitu melihat pantai Lampuuk, entahlah.. Pantai ini begitu menawan untuk dilihat, Dari berbagai gambar yang pernah kulihat di internet, pantai ini berhasil mencuri hatiku. Pasir putihnya yang membuat nyaman mata. Tak luput juga air birunya yang menyejukkan hati. Sangat kurindukan. Tak lupa kuabadikan gambar di pantai ini sebanyak mungkin. Dan hasilnya.. waw! Pasti orang mengira pakai kamera 10 Mega pixcel hehehe..

Ngeliat apa neng?

Dek cut, Aku, Kak Firah, Kak Ulfah

Iseng jepret

Oh ya, sebelumnya kami ingin mampir ke Lhoknga, tapi karena tidak ada laki-laki yang ikut, kami tak berani untuk turun. Jadi melihat Lhoknga hanya dari jauh saja *sedikit kecewa sebenernya*. Begitulah Aceh, ketika hari jum’at tiba dipenjuru kota menjadi sengat sepi. Pulang melihat pantai, aku diajak melihat sebuah masjid yang selamat waktu tsunami menerjang. Yaitu Masjid Rahmatullah.

Masjid ini sangat fenomenal di semua media. Bahkan sempat menjadi headline news pada beberapa surat kabar, karena masjid ini masih kokoh berdiri ketika seklilingnya rata dengan tanah. 5 Tahun pasca tsunami masjid ini dipugar kembali, namun sisa-sisa tsunami dan gempa tetap dibiarkan di dalam bangunan ini. Subhanallah, merinding ketika membandingkan keadaan masjid ini pasca tsunami dan 5 tahun sesudahnya.
Pulang melihat masjid, kami mampir sejenak di rumah makan kecil bernama lam lhom rasai. Dekat lampuuk juga. Disini kami menyantap 2 macam kare yaitu kare Daging kambing, dan kare daging ikan hiu. Kalau biasanya hiu suka menyantap daging manusia, sekarang giliran manusia yang menyantap daging ikan hiu xixixi.
Nih kare hiunya.

Selepas makan, aku melanjutkan perjalanan kembali. Kak ira berjanji ingin mengajakku berkeliling menyusuri rumah Cut Nyak Dien. Alahai… ternyata kak Ira lupa. Untung saja aku melihat posisi rumah tersebut dan berteriak “Kak! Katanya mo mampir ke situ,” Ups.. seandainya aku tak mengingatkan orang-orang yang ada di dalam mobil itu. Mungkin kaki ini tak berhasil berkeliling melihat indahnya arsitektur rumah Istri Teuku Umar ini. Rumah Cut Nyak Dien terletak di lampisang, rumah ini terbuat dari kayu dan beratapkan daun rumbia. Dari luar rumah ini Nampak kecil tapi ketika menjelajah ke dalam. Luar biasa besar sekali, ada 2 kamar dayang-dayang, 1 ruang rapat, 1 dapur dan ruang makan, kamar Cut Nyak Dien sendiri dan pada bagian belakang terdapat sumur yang masih tetap dijaga. Puas foto-foto disini, kami melanjutkan perjalanan kembali.
Mobil melaju menyusuri Peukan bada, Lamjame, kemudian melewati uleelheue disini pun terdapat masjid baitturahim yang tak hancur diterjang tsunami. Padahal letak masjid ini tak jauh dari pantai. Subhanallah..

Peninggalan Cut Nyak Dien
Ga boleh tiduran disitu ya?

Ternyata ini cuma replika T_T


Kemudian perjalanan dilanjutkan, menyusuri blang oi daerah yang paling parah waktu tsunami menerjang disini juga terdapat makam para syuhada-syuhada yang wafat. Lalu mobil melaju menyusuri blang padang, taman sari, lalu melewati baiturrahman. Dan mobil berhenti di sebuah kampung Punge Blangcut dimana disini terdapat sebuah kapal PLTD Apung, yang tak disangka-sangka bisa mendarat dengan mulusnya tepat ditengah perumahan ini. Padahal jauh banget dari pesisir pantai. Saat ini kapal tetap berada ditengah perkampungan penduduk yang padat, katanya sih biaya membawa kapal ke tengah laut sangat mahal, jadi kapal ini tetap dibiarkan begitu saja di tengah pemukiman penduduk. 
PLTD Apung


Selesai melihat-lihat si kapal kusempatkan membeli kaos bergambar pulau Aceh untuk guru sastraku. Puas melihat-lihat dan berkeliling kami pulang. Karena tepat jam 2 nanti aku ada janji dengan kawan-kawan Antero kembali. Entah pun mau diajak kemana, katanya sih mau ke pasir putih di Lhok mee. *katanya….*
Udara panas Banda Aceh membuatku tak kuasa mengeluarkan keringat. Benar-benar panas, bahkan kipas angin yang disentorkan ke tubuh pun terasa sangat panas, ketika sejenak aku beristirahat. Udara panas disini benar-benar 2x panas udara di bekasi. Baru di Banda Aceh, bagaimana kelak di neraka ya?? >_<>
Tepat jam 2 aku diantar dek Cut ke Antero. Kali ini kru yang kutemui lebih banyak dari hari kemarin, bahkan ada seorang kru yang menyapaku “Amanda Ratih Pratiwi ya?? Ya..ya.. saya tau kamu dari fenomenal facebook”. Padahal setelah di kroscek ada di friendlistku pun tidak orang itu. Hmm.. ckckck, ternyata Facebook itu bisa membuat org yang semula tak terkenal menjadi sangat terkenal *narsis*.
Setelah berkumpul, kami tak langsung ke lhokmee karna diundang kenduri Maulid dulu dirumah salah seoarang penyiar yang juga kawanku di facebook. Di Aceh, maulid nabi dirayakan seperti banyak syukuran pada umumnya, lebih tepatnya seperti selamatan. Mengundang tetangga, menyembelih lembu atau kambing & memasak berbagai macam masakan khas Aceh. Hari ini, aku sudah 3x makan kare ckckck.. bisa gendut aku ni nanti.

Ayok kumpul-kumpul

Lepas dari kenduri motor-motor pun melaju menuju arah lhoknga. Tidak jadi ke lhokmee, karena pantai itu terlalu jauh untuk disinggahi. Alahai, ikut sajalah yang penting bisa puas menyusuri jalan-jalan di Banda Aceh. Tapi loh..loh..loh, walaupun tak kenal pada jalan menuju Lhoknga, motor yang kutumpangi ini melaju ke arah mana? Ya ampuuun.. ternyata kami dikerjain kak Ade. Kata kak Ade, dia akan membawa kami ke sebuah tempat di ujung Aceh bernama Ujung Pancu.Yang belakangan ku tau tempat itu adalah kediaman masa kecil kak Ade. Sepanjang jalan kak Ade cerita. Tempat yang rata dengan tanah itu dulunya kawasan padat penduduk, bahkan keluarganya banyak yang meninggal di sana. Sekarang yang menempati kawasan itu bukan lagi penduduk asli, tapi kebanyakan dari mereka adalah pendatang.
Sampai rumah aku kelelahan, fiuh.. tidak jadi ke Lhokmee, tidak jadi ke Lhoknga pun *Kak Adeeee Kiban dileeeeeeee!!!*, kaki ini malah menju tempat yang tak jelas bentuknya. Sebuah bukit di pesisir pantai Aceh. tapi mata ini akhirnya terbuka melihat sisa-sisa tsunami yang menerjang Banda Aceh 5 tahun silam. Puas tidak puas, harus tetap disyukuri. Banyak sekali hikmah dibalik perjalanan ini.

Ini loh tempat ga jelas itu wkwkwk...

Malamnya, selepas shalat maghrib, aku menuju Canai Mamak. Dirumah makan yang menjual berbagai macam canai ini aku kopdar (kopi Darat) dengan kawan-kawan di facebook, uniknya kawan-kawan yang kutemui kali ini semuanya keturunan raja, nama mereka berawalan ‘CUT’, dan ‘TEUKU’. Dan lagi-lagi ini adalah pengalaman yang luar biasa menurutku, dapat berjumpa dengan beberapa kawan di luar pulau dalam satu hari penuh, Setelah dihitung-hitung, ternyata selama 2 hari di Aceh, aku sudah berjumpa hampir 20 orang dan semuanya kawan-kawan Facebook. *WAW* Kawan yang aku tumpangi pun awal mulanya kenal dari facebook. Hanya saja, aku sudah pernah bertemu dengan kak Ira ketika ia menyambangi Jakarta beberapa bulan yang lalu. Subhanallah.. Facebook memang luar biasa.

Lagi-lagi minum sangeeer haha..



Post a Comment

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)