Thursday 30 May 2024

Rezeki Yang Tertakar Tidak Akan Tertukar, kamu harus baca!

 


Cerita ini banyak sekali plotwistnya, bagaimana cara Allah memberikan rezeki pada umatnya dengan cara yang tak disangka-sangka. Walaupun kamu tidak menginginkannya, tapi kalau sudah menjadi rezekimu dia tidak akan tertukar. Kamu harus baca! 

 

Cerita ini sebenernya sudah lama, tahun kemarin tepatnya, tapi baru bisa gue ceritain sekarang, waktu nyokap main ke Bekasi tahun 2023. Jadi nyokap sudah pindah ke Solo beberapa tahun sebelum covid datang, alasannya ya.. karena bokap dah pensiun dan Solo adalah kota yang sangat murah dari segi biaya hidup dan ramah untuk orangtua yang sudah sepuh. Selain warganya masih santun-santun, kayaknya nggak ada umpatan kasar bilamana terjadi macet dijalan-jalan. Amanlah buat jantung, nggak kayak di Jakarta wkwk... 

Sebagaimana orang yang sudah lama pindah, saat datang lagi tentu saja tujuan utama adalah silaturahim. Dan gue pun menemani nyokap silaturahmi kerumah tetangga lama. Silaturahmi pertama adalah kerumah tetangga persis depan rumah gue, kebetulan mereka membuka toko di samping rumahnya, toko pakaian dan aksesoris tepatnya. Tidak jauh dari rumahnya, mereka juga membuka kedai makan, tapi itu milik anaknya sih. Usaha mereka ini sudah berjalan cukup lama, kayaknya dari gue mulai SMA.

Gue percaya ya, kalau silaturahmi itu membuka pintu rejeki, pas mau pulang, anak gue menunjuk sebuah tas selempang biru yang kalau dibanderol harganya Rp. 50.000 (di toko itu), "Bu aku mau itu bu.." ucap si ade. Bunda sang pemilik toko tersebut (begitu gue menyebutnya) langsung berkata, "Dah ambil ga usah bayar, ade mau apa lagi?" mau apa lagi katanya. Gue dengan halus menolak pemberian bunda, "Ga usah bun, namanya juga anak-anak banyak maunya"

"Nggak apa-apa, kan jarang ini ya main" serta merta bunda mengambil tas itu dan memberikannya pada ade, itu juga masih ditawari macam-macam, tentu saja gue menolak. Pulang dari rumah bunda, si ade merengek ingin makan, daripada kejauhan cari makan, kami memutuskan untuk makan di kedai milik anaknya bunda, tak ada pikiran apa-apa saat itu. Selesai makan ya kami bayar, gue niatkan makan disitu sebagai penambah rezeki buat anaknya bunda, tapi tau apa yang terjadi? Bunda menelepon salah satu karyawannya dan bilang, "Itu, tamu yang makan disitu nggak usah bayar", omaygat... See, bagaimana Allah menjamin rezeki silaturahmi. Eh, nggak sampai disitu, waktu kami silaturahmi ke tetangga lainnya yang mereka memiliki warung, pada saat gue ingin beli jajanan untuk ade, gue diberikan cuma-cuma. 

"Hayo yang mana lagi? Ambil aja terserah mau yang mana" kata beliau begitu. 

"Nggak bu, sudah cukup aja"

"Nggak apa-apa hayo ambil lagi, sedikit banget itu jajannya" duh ya bukannya menolak rejeki, bocah kecil kalau terlalu banyak makan manis-manis kan mengkhawatirkan. Jadi ya, gue ambil secukupnya saja untuk ade. 

 

Selain mengunjungi tetangga gue, ada banyak destinasi yang kita kunjungi, kayak nengok adek gue yang punya bengkel di Tambun (yang nyarinya setengah mati heuheu), lalu sepulang dari situ kita mampir Metropolitan Mall karena gue udah niat pengen beliin nyokap ponsel dan adik gue yang bontot untuk keperluan kuliahnya. Katanya, ponsel nyokap udah sering hang, ya.. sebagaimana perasaan gue sebagai anak yang mampu membelikan itu untuk nyokap, gue ngerasa terenyuh dan kasian. Gue percaya Allah akan memberi kita rejeki turah-turah kalau kita berbakti pada orangtua, lebih-lebih itu kepada ibu. 

 

Pas pulang tau-tau sudah menjelang maghrib. Selama nyokap disini, untuk akomodasi perjalanan itu kami pinjam mobil keponakan nyokap yang kebetulan banget nggak pernah dipakai dan dititipkan pada anaknya, kami mengembalikan hari itu juga karena si pemilik meminta dikembalikan. Okelah, artinya nggak boleh pinjam lama-lama hehe.. Harus faham ya bahasa tubuh orang. Ba'da maghrib mobil itu kita kembalikan dan kita pesan grab untuk pulang kerumah. 

 

Plot twist kehidupan pun dimulai..

Karena seharian pergi, maka yang dirumah terabaikan dong, kemudian gue pun menghubungi paksu,.

"Bah mau makan apa nih" setelah diskusi yang cukup alot terputuskanlah makan sate deket rumah yang buka cabang baru di Bekasi. Sate itu enak dan sangat familiar. Setelah tau tempatnya, kemudian menu dipilih, klik pesen dong, oke tugas selesai. Alhamdulillah nggak perlu pesen-pesen lagi tinggal duduk manis, dan orang rumah pun bisa makan. Dilain pihak karena Nawa cape pergi seharian, dia nangis nggak berhenti-berhenti, pengen pulang, tantrum,  mungkin karena belum mandi, kesel, ngantuk, campur aduk deh ya. Anak-anak kan kalau sudah ngerasa nggak nyaman kan pasti rewel banget. Sejujurnya gue sudah mencoba tenang, karena posisinya - lagi dirumah orang, - pesen grab blum datang-, - pesen makan juga - Nawa teriak-teriak nangis, - yang dirumah sudah kelaperan-, -eh si tuan rumah cemberut aja- nggak ngerti juga apa yang dicemberutin, padahal itu mobil kan mobil mertuanya yang merupakan kakak sepupu gue. Mobilnya udah gue bersihkan juga sampe kinclong yang sebelumnya, gila dekil banget woy. Oh mungkin karena cape baru pulang kerja, ya..ya..ya.. Gue berusaha berpositif thinking aja.

Tapi saat ini, gue merasa hampir gila, posisi terjepit, karena semua butuh perhatian, disaat yang sama, gue merasa harus tetap waras dan tenang. Beruntunglah kita perempuan dianugrahi kemampuan multitasking untuk mengelola emosi. Pada akhirnya grab datang, kita pulang, dan Alhamdulillah Nawa berhenti nangis karena sudah dipelukan ibunya. Gue merasa satu-satu masalah terurai Tinggal memantau kedatangan si tukang grab yang nganter makan. 

 

Tapi lama-lama kok ada yang aneh. Padahal, warungnya deket, nggak sampe satu kilo dari rumah, kenapa abangnya ga sampe-sampe padahal sudah dijalan. Ini gimana sih apa abangnya nganter orderan yang lain. 

 

"Udah dimana sayang abangnya?" tanya suamiku

 

Pas ditegesin lagi, "ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIEEEM?!! kenapa gue pesen sate di Tanjung Barat.." Gilaaa 16 kilooo loh jaraknya dari Bekasi. Pantes kok muahal tenan pas ditotal. Ya Allah bisa-bisanya nggak teliti sebelum membeli gue. 

 

Nyokap yang ada di jok depan, kaget.. 

"Kenapa nduk?" 

"Ini loh mi, kok bisa-bisanya pesen sate jauh banget mi, enam belas kilo" 

"Lah gimana ceritanya" 

"Iya tadi Lukman minta tolong ke aku, minta beliin sate, aku copy paste dong nama warung yg dia kasih, pas udah pesen lah kok nggak sampe-sampe, pas nyadar jauh banget" 

"Biasanya pesen yg dimana mbak" tanya supir grab kami

"Yang deket rumah pak, ini aku baru nyadar pas suami nanya posisi abangnya sudah dimana, katanya kok ga sampe-sampe padahal didepan jalan aja, deket rumah. Pantesan grab yg pertama cancel. Mungkin karena terlalu jauh. 

 

Gue dengan terus menggerutu dan menyalahi diri ditanggapi positif sama bapaknya

"Tapi mbaknya sudah nolong masnya loh itu. Semakin jauh grabnya pergi dia semakin banyak dapat honor" 

"Maksudnya pak?" 

"Kalo diatas jam lima sore, setiap perjalanan diatas lima kilo itu seratus mutiara hijau" 

"Kalo seratus itu berapa pak?" 

"Kalo lima ratus itu lima puluh ribu,  berarti kalo seratus ya sepuluh ribu" 

"Berarti kalo enam belas kilo itu berapa dia dapetnya itu yah"

"Ya berarti tiga ratus lima puluh, insentifnya kira-kira tiga puluh lima ribulah, itu belum sama orderan lainnya" bagi telinga kita memang kedengarannya kecil yah, tapi mana tau habis dari rumah gue dia ngebolang lagi untuk menambah mutiara hijaunya. 

"Bisa jadi emang dia butuh duit, jadi sejauh apapun diambil"

Ya sudahlah, gue berpositif thingking aja, mungkin ini cara Allah memberikan rezeki pada hambanya. Kemudian gue langsung mengabari suami, yah walaupun paksu diseberang sana misuh-misuh wkwk karena udah laper makanan belum datang. 

Gue cuma bisa berdoa, semoga masnya selamat sampe rumah gue, khawatir juga jalanan ramai. Alhamdulillah, enam belas kilo kayaknya nggak terlalu jauh, dari pantauan gue abang grab lebih dulu sampe dibanding gue. Nggak lama, masuklah gue ke wilayah Jati Asih yang merupakan tempat gue tinggal, dan lo tau apa? Ternyata sate yang dekat rumah buka sodara-sodara

"Loh ini buka!! Kok di Grab tutup"

"Apa nduk?" tanya ibuku

"Ini loh mi, ini tempat sate yang tadi aku pesen, buka loh ternyata, tapi di grab tutup"

Duh, seketika otak gue langsung ngeblank. Seperti ini ternyata Allah mengatur rezekinya. Dia arahkan jempol gue pada warung yang jauh agar ada hambaNya yang dapat insentif lebih, dilain pihak ada warung yang dapat rezeki, sementara warung yang gue tuju nggak dapat rezeki. Seperti itulah memang rezeki tidak akan tertukar.

 

Beberapa bulan kemudian.... 

"Mami dah dipake hape barunya?" tanyaku pada ibu

"Udah dong, untung Manda belikan mami hape baru. Mami itu ada berucap (berkata, bahasa Banjar) sama teman mami. Kalau nanti mami punya hape baru, hape mami yang lama ini untuk temen mami. Selama ini dia nggak punya hape, selalu pakai hape anaknya. Padahal dia rajin setor wirid" nah, jadi nyokap ini ikut grup pengajian online, dimana ada kewajiban setor wiridan ngaji. Temen nyokap ini selalu pakai hape anaknya karena hapenya rusak. Setelah gue belikan hape, hape nyokap yang lama untuk temannya, dan Alhamdulillah temen nyokap nggak perlu minta tolong anaknya lagi. Ah, semoga jadi amal jariyah buat gue.

 

Sampai sini gue yang...  Ah.. Rejeki yang tertakar memang tidak pernah tertukar. Allahumma barik for me :) 

 

 

Post a Comment

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)