Tuesday 8 November 2016

Ketika Pikiran-Pikiran Kita Dirajai Media Sekuler

“GNTV sedang mencari seorang produser andal, yang memiliki ide segar, yang ambisius. Dan hanya seorang cooper yang bodoh yang tidak tergoda memperkerjakan anda?” mata Hanum mengerjap-ngerjap, ia tidak izin pada suaminya terlebih dahulu, untuk meng-iyakan lamaran tersebut, terlebih Cooper mengiming-iminginya bahwa dari sekian ribu yang melamar hanya satu yang diterima dan Hanum adalah orang yang sangat beruntung bisa bekerja di GNTV tanpa harus berjejal-jejalan melamar.

Baca juga : mau aja sih lo dibohongin sama aplikasi, bego!

Pekerjaan Hanum kali ini adalah mewawancarai dan mencari profil muslim kontroversial, kulik kehidupannya dan cari perkara mereka sampai dalam untuk ditampilkan pada acara Insight Muslim, Hanum yang ingin sekali menebarkan sayap Islam di negeri Paman Sam ini langsung mengisi otaknya dengan ide-ide segar. Aku bekerja di New York City! Bosku memberiku program yang aku inginkan.
“Pada saat penganugerahan acara Hero Of The Year, rating ini 2 digit kamu yang menciptakan. Tapi aku benci melihatnya. Karena TV lain pun memperolah kurang lebih sama. Acara Insight muslim harus memiliki rating lebih tinggi daripada itu. Mengerti!” seketika hanum sadar, ia pernah bekerja di Koran lokal di Vienna, dan bosnya memintanya menulis ‘Would The World be Better Without Islam’ ini semata demi oplah agar korannya yang terancam bangkrut tetap bertahan. Tidak jauh berbeda dengan pekerjaannya sekarang, GNTV memperkerjakannya demi rating dan share.
Sesaat pikirannya terbang ke tanah air. Hanum menggumam di dalam hati, hanya TV bodoh di Indonesia yang tidak mau menayangkan acara tangis-tangisan, rekaan, reality show sepasang kekasih atau pasutri yang beradu mulut, sinetron yang mengajari penonton melawan orangtua, cara berpacaran yang menjijikkan, parody politik yang menyedihkan antara pemerintah penguasa dan wakil rakyat, ulasan selebriti dan pesohor yang hobi kawin cerai, dan sebutkan saja semua niscaya nggak akan ada habisnya tulisan ini.

Baca juga : Semua orang bisa traveling kok, ga percaya?

Ya demi rating dan share Hanum diperas habis-habisan tenaganya, “Hanum, kalau kamu bisa membuat narasumbermu marah, menangis, dan geram aku kasih kamu bonus tambahan untuk rekeningmu” begitu sahut bosnya. Pemikiran yang bersebrangan, Hanum mempunyai niat tulus dan cita-cita tinggi agar islam menyebar indah di benua Amerika. Tapi bosnya, Cooper hanya memikirkan rating dan share, dia tidak perduli apakah narasumbernya terluka, terhina, sedih, marah dan perasaan menyakitkan lainnya. Yang ada di otaknya hanya angka-angka melebihi target daripada TV sebelah. Sebab dengan angka-angka itulah pundi-pundi dollar akan mengalir deras pada kantornya. Ya hanya karena rating dan share. Dan ia pun kemudian sadar acara Insight Muslim hanya kamuflase untuk menciptakan dollar bagi kantornya. Bukan tulus dibuat oleh bosnya dan menciptakan Islam bertambah di Amerika. Tidak! Tidak sama sekali..
Sam si botak rekan kerja Hanum mengatakan, “Ketika rating dan share mencapai target, rekeningku bertambah. Tapi aku merasa berdosa besar, karena sudah menyakiti orang lain dan menyesal telah berbuat jahat. Namun rating dan share ini seperti narkoba, aku seperti kecanduan. Aku menyesal sebentar kemudian ketagihan..”

 
Buku ini wajib kamu baca biar ngerti dan nggak dikibulin media terus


Yap, ini adalah penggalan tulisan, antara fiktif dan kenyataan yang dikisahkan Hanum Salsabiela Rais dalam bukunya Faith and The City, iya mbak cantik ini anaknya pak Amin rais. Walaupun ceritanya fiktif, tapi pengalamannya bekerja di media yang kemudian melatarbelakangi semua ini.
Seketika saya sadar, kenapa ada TV, WEB atau koran yang muatannya bersebrangan dengan pemikiran kita-kita yang waras ini. Ini semata-mata tidak lain hanya karena rating dan share, demi oplah, demi pundi-pundi rupiah, mereka tidak perduli apakah tontonan atau tulisan mereka akhirnya membuat orang bertengkar, perang di sosial media, atau mengakhiri perzinahan di kasur sebab konten yang mereka buat. Mereka juga nggak perduli apakah akan terjadi perang saudara di Indonesia, saling remove dan blokir, saling nyinyir, mereka nggak perduli. Yang penting duit ngalir terus di kantong. Makannya jangan heran, jika ada media yang punya berita sama, kontennya beda antara TV 1 dengan TV yang lain. Inilah akhirnya yang bikin saya malas ngeshare berita yang saya nggak tau kebenarannya, apakah bener apa nggak. Walaupun judulnya bombastis dan menguras air mata ya. Daripada memenangkan pikiran saya sendiri dan akhirnya nyinyir, nah lebih dosa mana?
Dari gambar ini aja kalian sudah seharusnya mikir, bagaimana media itu sebenernya..
Pernah lihat nggak sebuah web yang judulnya bombastis, isinya cuma kempis kayak kentut? Misalnya, Heboh!! Marimar berbikini ria, iniah alasannya memakai bikini. Yakin, pasti kalau yang omes-omes langsung ngeklik berita tersebut, eh jijiknya berita itu dipenggal berhalaman-halaman. Dan pembaca omes tetep aja setia membaca sampai akhir, dan dikecewakan dengan akhir, Marimar berbikini saat tidur dan ditutupi dengan selimut tebalnya. Ini cuma contoh berita ya, betapa mau aja pembaca dikibulin media. :D, kalian tau, kenapa banyak WEB memenggal beritanya dan pembaca dibuat penasaran, karena ketika kalian mengunjungi sebuah web, itu sudah terhitung 1x membaca, klik next di bacaan yang sama itu terhitung 2x membaca, jadi bayangin kalau 1 konten tulisan dibuat terpenggal-penggal sampai 10x membaca, tandanya kalian sudah membaca sebanyak 10x dalam 1 konten tulisan. Banyak WEB yang membuat tulisan ini terpenggal dengan judul fantastis, demi apa? Demi kunjungan pembaca yang kalau didaftarkan pada google Adsense, kalian itu pundi-pundi rupiah buat sebuah web. Belum lagi jika WEB tersebut ramai dikunjungi, ini lahan empuk buat para pengiklan. Makannya jangan heran juga kalau ada WEB yang terpenggal-penggal iklannya bikin njijiki, menyebar dimana-mana.
Iya betul sekali, kalian itu sebenarnya nggak benar-benar membaca sebuah konten yang bermanfaat, melainkan cuma jadi pemancing buat mendatangkan rupiah. Sudah gitu kemudian WEB yang berjudul nyinyir heboh di share pulak di medsos dengan kata-kata yang sama nyimyirnya dengan konten yang mereka buat. Sumpah, kalian yang ngeshare berita itu nggak jauh beda kayak yang tukang ngibul itu. Ngantuk deh bacanya..hoaheeem!
Kalau nemu konten kayak gini gimana sikap kita? sudah amannya nggak usah nge-share, yang ada bikin dosa. Udah nge-share berita nyinyir, ditambah status yang kamu buat nyinyir, dosamu dobel.
Atau misalnya kemarin ada media yang nulis, ‘Demo rusuh 4 November! Disebabkan oleh para peserta demo’. Padahal yang bikin rusuh sebenernya siapa kalau bukan penyusup? Ya masak iya ada ulama nyuruh jama'ahnya  ngerusuh? Wkwkwk.. judul-judul seperti ini sebenarnya bikin kamu gatel pengen ngeklik dan share bukan? Dan ditulis dengan ulasan nyinyir, senyinyir-nyinyirnya. Saya yakin nyinyirnya buat membela agama, yakin sekali kamu geram dengan kontennya, tapi nyinyirnya kita ini kadang kebablasan dan bikin orang yang BARU BELAJAR NGAJI berkerut-kerut jidadnya, dan akhirnya memandang Islam itu jelek sendiri. Ya sadar nggak sadar emosi kita sudah terpancing dan akhirnya medsos bukannya damai kayak aksi yang diberitakan malah jadi tambah rusuh sebab tangan-tangan kita sendiri. Ndilalah, yang bikin rusuh itu bukan orang-orang yang aksi, tapi manusia-manusia di medsos ini biang rusuhnya, mau-maunya kemakan media. 
Dan akhirnya media-media yang waras yang memberitakan berita yang baik malah kalah sama media yang tukang ngadu domba. Dan kalian nggak bisa membedakan keduanya. Ngantuk lagi …Oke, lihatlah kalian sudah tercebur dalam perang pemikiran itu sendiri, perang saudara. Dan media berhasil membuat kalian bertengkar. Selamat! Mereka disana kibas-kibas dapet duit, disana yang berantem malah dapat apa? yeah lagi-lagi dosa..atau kalau emang kontennya bagus, nggak usah share pakek kata-kata nyinyir. Puas banget apa bisa nyinyir? Cukup share, titik! “Ya Allah selamatkan mereka” atau nggak usah pake status sekalian. Nggak usah ditulis, “Nih baca!! Yang nggak ikut demo otaknya dimana?” susah sih kalau budaya nyinyir udah merajai sosmed. Gatel tangannya kalau nggak nyinyir dan nyakitin perasaan orang. Dan tujuan media kan sebetulnya memang itu, ingin mengaduk-aduk perasaan pembaca, penonton dan pendengar. Jadi kalau kalian baper berat, berhasil lah ya media itu beraksi :D


baca juga : Menengok rumah pengasingan bung Hatta di Banda

Teman saya ada yang pernah bekerja di TV swasta, dia membuat program ‘waras’ yang bercerita tentang hikmah kehidupan manusia, ratingnya jelek, bahkan beberapa episode dihentikan. Namun ketika dia bikin program yang ‘nggak waras’ tentang pacaran, cinta-cintaan, ngelawan orangtua ratingnya malah baik. Saya jadi ngerti kenapa orang Indonesia hobinya nyinyir? Lah ketularan TV je :p *maap*
Saya yakin, banyak orang-orang yang punya nurani untuk membangun Indonesia lebih baik lagi ke depan dengan menghadirkan berita-berita yang berimbang dan menginspirasi, mereka juga banyak mengisi media-media yang tukang fitnah tadi. Tapi sama seperti Sam teman Hanum, ‘berbuat jahat’ di media itu seperti candu, menyesal seterusnya ketagihan. Menyesal karena sudah membodohi tapi ketagihan karena bonus berlipat, hee *nyengir*, jadi orang-orang baik ini seperti kerja di sarang penyamun. Di satu sisi mereka pingin menghadirkan berita baik, kemudian dilibas oleh teman-temannya yang menginginkan rating dan share juga oplah yang banyak dengan berkata, “Udahlah lo nggak usah jadi baik kayak gitu, emang lo nggak butuh duit! Nggak usah munafik deh” jadilah mereka pengikut-pengikut rating dan share. Kemudian media-media yang cuma adem anyem, yang ratingnya nggak bakalan laku jadi seperti merayap apabila nggak diimbangi keinginan kita juga untuk mendukung media tersebut menjadi lebih baik, media-media emas itu kayak kecemplung parit kalau disandingan keberadaannya di Indonesia. Solusinya gimana? Kalau ada acara-acara nggak bermanfaat mending matiin TV, lakukan hal yang lain, Buat rating acara-acara nggak bermanfaat turun drastis, tapi jangan juga dibuang TVnya karena kita tetep butuh TV karena kita butuh informasi yang lain, misal kuliner, travelling, kuis *bukan kuis abal-abal ya*, karena masih ada beberapa acara TV yang bermanfaat untuk ditonto.

baca juga : icip2 resep tongseng daging

Kalian  juga dilupakan, bahwa ada banyak buzzer beredar di Indonesia ini untuk menggiring opini publik. Mereka dibayar untuk mengadu domba manusia, lagi-lagi demi uang… ohhhh uaaaaang!!  Dan hebatnya kita terpancing. Misalnya, waktu aksi damai 4 November kemarin, saya dapat broadcast, orang-orang etnis china duduk berjejer menunduk tangannya diborgol, disitu tertulis. ‘Inilah pelaku kerusuhan 4 November kemarin, para tionghoa-tionghoa kacrut!’ ndilalah, setelah ditelusuri, itu pelaku kejahatan narkoba di Malaysia. Alahmak.. atau masih ingat kisah tol brexit? Ketika ramai-ramai orang mengshare gambar macet parah, menggiring opini publik dan mengadu domba kalau macetnya emang sedemikian parah *padahal sebetulnya emang parah, tapi nggak separah yang di share*, setelah ditelusuri itu dimana? Itu di Tiongkok, wooooooowwwwww!!!! Yang share sudah ratusan, dan kalian asyik termakan para adu domba buzzer-buzzer bayaran. Untung saya nggak share, kalau nggak dosa banget dah ah :D
Ada lagi waktu kemarin, ada yang ngirim gambar di Whatsaap, ‘Allahuakbar, rombongan peserta aksi 4 November siap berangkat’ Helloooooooow itu rombongan jamaah haji keleus!
Dengar! Ada buzzer yang seolah-olah berada di pihak kalian ada pula yang bersebrangan, yang bersebrangan ini masih kita bisa lawan, yang bahaya adalah jika buzzer yang berada di pihak kita berhasil merangkul kalian dan kalian percaya itu adalah saudara kalian, dan disitulah setan tertawa terbahak-bahak berhasil melemahkan hati kalian untuk mengshare tulisan dan gambar yang sebetulnya mengadu domba, dan buzzer menikmati pundi-pundi rupiah Karena berhasil mengadu domba kalian. Senyum yuuuk... Dan mari kita perang lagi di sosmed.

Baca juga : Kesalahan fatal pihak sari roti

Ini yang ramai2 di share, tol di tiongkok ini dikata tol brexit, kasian yang dah ngeshare saya cuma bisa ngakak


Apa pantes pake Allahuakbar membohongi masyarakat? Ini foto jama'ah haji dicatut sebagai foto rombongan Aksi 4 Nov

Pada akhirnya saya nggak ngerti, apa maksudnya media-media yang ‘cuma’ pengen duit itu banyak bertebaran di Indonesia, mengalahkan rating dan share media waras, mengalahkan oplah media yang membuat berita yang sebenarnya, saya juga nggak ngerti kok buzzer-buzzer tukang fitnah banyak bermunculan seperti jamur di musim hujan. Apakah mereka nggak senang dengan ke-Bhinekaan- Indonesia? Apakah mereka benci dengan adat-adat ketimuran bangsa ini yang sopan dan santun, ataukah mereka mengincar kekayaan bangsa ini dan ingin menjualnya pada pihak asing lalu melakukannya dengan cara yang sangat soft, mereka mengadu domba kita? Allahualam.. semoga Allah melindungi kita semua. Harapan saya kedepan, stop menshare berita yang sebenarnya kalian nggak tau kebenarannya, stop membumbui nyinyiran di berita yang kalian share, kalau mau share cukup share tapi dibaca dulu dan cari kebenarannya. Kalau kalian masih melakukan keduanya, sesungguhnya kalian nggak ada bedanya juga dengan media yang tukang nyebarin fitnah tadi. Nyebarin berita ya nyebarin aja atuh, nggak usah pake nyinyir emang nggak bisa apa?


Ambon, 91116

18 comments :

  1. Iya tuh mbak, ada itu acara sore2, aneh bgt acaranya, sepasang pacar marah2an, jd bintang tamu. maksudnya bagaimana itu, kok ya payu acaranya...
    Masyarakat kita berarti memang menyukai sesuatu yg kontroversi, bombastis dsb

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk.. wes nggak usah ditonton mending bikin rating mereka turun,

      Delete
  2. Kalau saya mah termasuk orang yang angin angin deh mbak kayaknya, karena kalau ada acara yang seru langsung ikutan nonton padahal ada acara yang bagus untuk ditonton dan ada juga yang tidak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Drama korea seru juga buat ditonton pak wkwk, iya pinternya media mereka menyusupkan tikus ditengah2 blackforest. Jadi nggak heran kalau ada media bagus tengah2nya punya konten ga mendidik

      Delete
  3. Jawaban utk pertanyaan kenapa itu sebagiannya akan tetap jadi misteri. Krn sebagian dt mereka ga butuh uang, ga juga suruhan 'politik', bukan agen pengusaha.

    Orang2 yg ngelakuin itu krn suka aja.

    Nice post.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Woow, suka mengadu domba? Ini jenis manusia berbahaya lainnya ya pak

      Delete
  4. Segitunya y mba demi rupiah tega membohongi tega mengadu domba, padahal dunia ga selamanya kelak ada pertanggungjawabannya. Serem y mau ngeshare apapun skrg :( bener2 harus berilmu biar ga dibodohin :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget mbak, sekarang banyak hoax bertebaran di mana2..

      Delete
  5. Sebagai pengguna media memang kita harus semkain bijak untuk memilah mana yang ebnar dan mana yang tidak ya mba Amanda. Dan tugas berat juga bagi pekerja televisi untuk menghadrikan tayangan yang berkualitas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali mba, kita yang sebisa mungkin merusak rating mereka hehe.. kalau rating mereka rusak pasti mereka malas bikin acara serupa

      Delete
  6. sudah saatnya pintar memilih berita yang mencerdaskan... bukan bikin kesal dan memprovokasi...

    ReplyDelete
  7. Hmm, jadi pengin baca bukunya... Kalau TV udah nggak nyetel di rumah, tapi berita-berita di web yang dipenggal-penggal plus aneka iklan gak jelas itu sungguh bikin sebel, padahal ada juga yang isi artikelnya bermanfaat dan susah dicari di sumber lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi... kadang berita baik sama berita buruk jadi susah dibedakan sangking mengharapkan rupiah :D

      Delete
  8. terkadang media memanipulasi kita. semoga masyarakat kita sekadar jauh lebih logic menanggapi kondisi digital saat ini ya. *mantananaktipi

    alsheilaaa.blogspot.co.id

    ReplyDelete
  9. Media oooh mediaa.. sayangnya media yg ga beres itu masih jd tontonan masyarakat kita, dshare sana sini pula.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)